OPTIMISME MENYONGSONG (REVISI) INDONESIA SEHAT 2010

Judul diatas harusnya tidak boleh muncul dari pelaku aktif bidang kesehatan, karena apapun yang terjadi, yang namannya tenaga kesehatan harus satu visi dulu mengawal penduduk Indonesia mencapai sehat mandiri di tahun 2010. Tapi kenyataan yang ada di masyarakat memang membuat saya berpikir bahwa sudah saatnya pemerintah menyusun strategi jangka panjang yang baru, untuk mencapai masyarakat sehat.

Bagaimana tidak, sampai bulan ini berarti tinggal kurang lebih 20 bulan kedepan Indonesia akan mengikrarkan diri sebagai Negara sehat. Sementara realitas yang ada justru proses kearah visi tadi malah semakin melemah. Pemerintah dan pelaku di bidang kesehatan punya alibi untuk mengelak dari proses yang menuju kepada kegagalan ini. Kalau mau dirunut satu persatu maka semua sektor menyumbang secara aktif dalam kegagalan visi Indonesia Sehat 2010 (IS 2010) diantaranya bencana alam yang melanda berbagai tempat di negeri ini bencana Lapindo misalnya, membuat masyarakat mampu jatuh miskin, apalagi yang sudah miskin. Dengan kenyataan ini boro-boro untuk memikirkan hidup sehat sedangkan tinggal selama bisa lebih dari setahun di tempat pengungsian yang nyata-nyata bukan lokasi berkategori sehat. Penyakit urban pun timbul,dan ironisnya daya beli masyarakat yang terkena bencana turun, dan bahkan banyak yang terkesan bersikap pasrah akan keadaan ini.

Ditengah masyarakat pada umumnya atau yang terkena bencana khususnya, berlakulah pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga pula”, bahkan bisa dibilang “sudah jatuh tertimpa bom pula”, sudah ditimpa bencana alam, maka sekarang masyarakat ditimpa bom kenaikan harga kebutuhan bahan pokok yang menurut masyarakat pada umumnya sudah diatas batas toleransi kemampuan membeli. Harga beras naik, minyak goreng apalagi, minyak tanah dihapus subsidinya, mau pakai kayu api tersandung illegal logging, masyarakatpun bingung. Demikian pula dengan iklim bekerja ditanah air yang selalu mengundang demonstrasi yang mengakibatkan produktivitas turun. Semua ini dapat dilihat dari inflasi bulan April yang bahkan sudah mendekati angka inflasi setahun, iklim investasi pun lesu imbasnya itu tadi, kenaikan harga barang tidak bisa dielakkan. Yang terjadi, di komunitas masyarakat miskin, mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan seperti nasi aking, yang herannya dijual di pasar tanpa ada larangan atau pengawasan dari pihak terkait, Dinas Kesehatan misalnya.

Perencanaan dan pelaksanaan proyek infrastruktur didaerah rawan bencana alam seperti pembangunan tanggul yang asal-asalan menyebabkan ada wilayah yang harus terkena badai, imbasnya tentunya pada pemenuhan kebutuhan yang semakin bertambah akibat kelemahan pengawasan kualitas pembangunan infrastruktur. Belum lagi masih ada daerah pemukiman warga yang masih terisolir dan tidak punya akses jalan yang memadai menyebabkan komunitas ini sulit untuk dijangkau untuk diberikan pemahaman untuk hidup sehat.

Kisruh penentuan Ibukota di Banggai Kepulauan yang sarat dengan kepentingan politik pihak pihak yang berkepentingan, secara tidak langsung menghambat percepatan pembangunan di daerah ini. Sebuah surat harus melalui proses yang sangat panjang untuk dikeluarkan, bagaimana jadinya bila sebuah surat dibuat di Banggai kemudian di tanda-tangani di Salakan, sebuah perjalanan yang melelahkan minimal bagi pegawai yang disuruh menjadi “kurir”, yang minimal pula berpengaruh pada kesehatannya pribadinya.

Demikian pula di bidang Hukum. Masih bisa dikompromikannya serta belum meratanya penegakkan hukum ditanah air menyebabkan adanya “legitimasi “ bagi pejabat daerah untuk melakukan tindak korupsi, kan mumpung KPK masih sibuk dengan DPR dan “UUD”-nya. Minimal dari pola pikir pejabat yang korup tersebut sudah tidak sehat, apalagi bila ditinjau dari kerugian Negara yang berimbas pada penurunan kemampuan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.

Konflik antar warga yang terjadi di Solok, dan kasus Ahmadyah, terlepas dari esensi kasusnya maka akibat langsung dari kejadian ini pasti mempengaruhi kehidupan masyarakat yang diliputi akan rasa takut untuk beraktivitas yang berpengaruh langsung pada perilaku hidup sehat yang susah dicapai.

Di bidang kesehatan yang menjadi leading sector pencapaian IS 2010, justru mengemuka masalah-masalah seperti ketidaksepahaman antara Menkes dan Namru-2 yang menjadi isu sentral di media nasional bahkan majalah Tempo terbaru menjadikannya sebagai cover story. Penuntasan penyakit menular di Indonesia terancam dengan konflik ini, akan tetapi Menkes pun punya dalih tentang manfaat Namru di Indonesia,” Iya dong masak ada Namru-2, tetapi DBD tidak kunjung ada solusi, malaria di Papua tidak bisa dieliminasi.” Kilah Ibu Menkes. Dan memang Demam Berdarah Dengue yang tidak ada kecenderungan menurun bahkan ada tren meningkat setiap tahun-pun menjadi salah satu penyumbang kegagalan menuju IS 2010. Belum lagi masalah flu burung yang terus terang masih belum menemui titik terang penanggulangan.

Isu Gizi buruk yang merebak bahkan di kota sebesar Jakarta pun menjadi momok bagi pencapaian visi, alih-alih ingin anak bergizi baik salah satu elemen makanan sehat yaitu Susu Balita dirongrong isu tercemar bakteri merugikan E. Zakasakii, yang membuat orang tua menjadi takut untuk memberikan susu formula, kepada bayi dan balitanya, syukurlah masalah ini cepat di antisipasi akan tetapi masih cukup meninggalkan trauma kepada konsumen.

Dalam sebuah kolom di harian Ibukota dimuat tentang laporan keuangan sebuah produsen rokok besar yang menyatakan adannya kenaikan laba bersih pada tahun 2007 tentunya ini mengindikasikan bahwa tingkat konsumsi rokok nasional meningkat, ada apa dengan promosi kesehatan terutama promosi Perilaku Hidup Bersih dan Hidup Sehat (PHBS), dan Gaya Hidup Sehat (GHS) berarti sekali lagi menuai kegagalan, belum indikator PHBS dan GHS yang lain.

Konflik intern tenaga kesehatan tentang peran dan fungsi profesi Dokter yang katanya menomorduakan profesi perawat seperti yang dipolemikkan IDI dan PPNI yang secara faktual punya body of knowledge yang relatif sama, hal ini seperti disepelekan padahal mereka ini adalah unsur utama pencapaian IS 2010. Malah pemerintah membuka keran bagi praktik nonmedik yang jujur saja 95 % praktik ini ber-content supranatural bukan natural dan anatomi, nah yang ini justru mengirim Indonesia kejaman “Perundagian”, demikian kata guru sejarah saya waktu di SMA dulu.

Ya sudahlah, tentunya tidak akan cukup halaman Koran ini bila menulis semua masalah kesehatan yang terjadi tahun-tahun terakhir ini, sekarang apa sebenarnya yang menjadi masalah sehingga terjadi resistensi pencapaian visi tadi ?.

Sebagai praktisi bidang kesehatan yang bertugas dekat dengan masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan, yang bisa disimpulkan sebagai masalah ternyata adalah “Komunikasi”. Lho kok komunikasi ? kan tenaga kesehatan sudah tersebar sampai di pelosok daerah terpencil. Memang, akan tetapi yang menjadi masalah yaitu isu pencapaian Indonesia Sehat dengan berbagai program percepatannya seperti hanya slogan dan sulit untuk diterima apalagi diaplikasikan.

Konsep pengembangan desa siaga contohnya, mengapa di daerah Jawa bisa maju pesat, di Sulawesi Tengah hanya di daerah tertentu seperti Donggala, Palu, Poso, yang kebetulan Pemerintah daerahnya berhasil disuntikkan isu konsep Desa Siaga yang sebenarnya. Di daerah lain seperti Banggai Kepulauan yang katanya “masih membangun infrastruktur dulu”, masih sulit untuk mengembangkan pemberdayaan masyarakat seperti di Jawa, konsepnya pemberdayaan murni akan tetapi karena kebiasaan yang sudah menjadi budaya dimana setiap ada tawaran program pasti yang ditanya duluan adalah dana pendukung.

Komunikasi yang tercipta hanya satu arah yaitu bersifat “top – down”, pemerintah hanya menggelontorkan harus menjalankan program ini lengkap dengan dananya tanpa ada rekomendasi apa elemen masyarakat sudah siap menjalankan program. Hasilnya bisa dilihat, dana diserap kegiatan tidak ada.

Komunikasi yang efektif dalam kerangka untuk pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu bukan hanya sama dengan membalikkan telapak tangan, akan tetapi seperti karet gelang yang harus ditarik-tarik dulu sesering mungkin untuk membuat karet itu lebih panjang dan tidak kembali lagi. Disalah satu desa diwilayah kerja saya (Desa Batangono), ditawarkan untuk mempraktekkan Gaya Hidup Sehat dengan slogan desa “Batangono kawasan bebas asap rokok”, ternyata bisa diwujudkan walaupun belum maksimal, dengan komunikasi dan pendekatan terus menerus hampir kurang lebih 2 bulan lewat penyuluhan melalui pendekatan tokoh agama dan tokoh pendidik, dicapai bahwa warga desa ini berkomitmen untuk tidak merokok setidaknya dari Jam 05.00 s.d. Jam 15.00, belum maksimal memang akan tetapi ternyata merubah perilaku dan gaya yang sudah membudaya tidak mudah, pasti banyak kompromi yang timbul, seperti tadi, lho kok mau tidak merokok tapi pakai batas waktu, tapi sudahlah minimal warga desa bisa menghirup udara segar pagi hari tanpa ada asap rokok, lumayan kan.

Penyedia layanan kesehatan harus dipacu untuk bisa bekerja maksimal menembus batas-batas penghambat komunikasi tadi. Akan tetapi imej PGPS (Pintar Goblok Penghasilan Sama), sangat mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan. Seperti kata Nuike Dellaney bahwa “setiap bisnis atau unit kerja yang memberikan upah yang sama kepada orang berprestasi rendah maupun yang berprestasi tinggi cepat atau lambat akan memiliki lebih banyak orang yang berprestasi rendah dari pada yang berprestasi tinggi”

Balik lagi keatas bahwa tulisan ini bukanlah ungkapan menyerah atau pesimis dari pelaku bidang kesehatan akan tetapi sedikit sebagai lecutan bahwa kita jangan tidur, tahun 2010 sudah didepan mata apakah kita berpangku tangan saja, sambil menunggu Revisi Indonesia …… 2020, atau mari kita bangun dari mimpi. Indonesia menanti karya anda.

PELATIHAN BIDAN POSKESDES DI SALAKAN

PELATIHAN BIDAN POSKESDES DI SALAKANjay-1.jpgdr james

PELATIHAN BIDAN POSKESDES DI SALAKAN

Dibuka oleh Wakil Bupati Banggai Kepulauan Drs. Ehud. Salamat, pelatihan bidan POSKESDES se- kabupaten Banggai Kepulauan, dilaksanakan di Salakan mulai pada tanggal 10 maret s.d. 14 Maret. Materi pembuka tentang Konsep desa siaga yang dipresentasikan oleh Pak Usman Tantu, membuka wawasan para bidan yang sebagian besar masih kabur pengetahuannya tentang konsep pengembangan desa siaga. Hampir sekitar satu jam materi dibawakan dengan hawa lumayan panas, membuat tissue yang disediakan panitia ”laku”, setelah itu tidak lama rombongan Kasubdin NAKES pun bergegas ke penginapan untuk persiapan pulang ke Palu malam itu juga (cape deeh…)
Tapi itulah yang menjadi semangat pak Usman dan kawan – kawan melihat wilayah kerjanya.
Eh tapi dari rombongan ternyata ada yang ketinggalan di Salakan, salah satu pejuang pelatihan desa siaga Sulteng yang dimana ada pelatihan atau pertemuan berbau desa siaga pasti beliau ada disitu. Itulah pak Bambang S. P. Suwandi yang selalu dengan setia membimbing kami sebagai fasilitator kabupaten maupun turun langsung membina para bidan.
Materi pelatihan yang didahului dengan Pre Test dan Building Learning Committment (BLC), yang dibawakan langsung oleh pakarnya pak Bambang, membawa peserta bisa larut dalam suasana pelatihan yang bersahabat dan jauh dari suasana ”boring”
Setelah itu materi inti pelatihan bidan untuk pengembangan desa siaga secara silih berganti dibawakan maupun difasilitasi oleh fasilitator kabupaten, dr. James, dr. Merico, Model Tarigan dan bidan Nurahmita, dengan model dan gaya khasnya masing-masing.

kalsum.jpgpeargaan.jpgbambang.jpg
Pada hari Kamis (13/3) sesuai rencana peserta menjalani kegiatan PKL di desa Tinangkung dan Ambelang, dengan membawa pengalaman yang walaupun minimal sudah mendapatan gambaran apa yang akan dilakukan setibanya di desa masing-masing
` Akhirnya pelatihan ini ditutup oleh kepala dinas kesehatan dan kessos kab. Banggai Kepulauan dr. Syarullah yang baru saja dilantik oleh Bupati, semoga pelatihan ini menjadi awal perwujudan masyarakat Indonesia yang sehat mandiri.

Meramu Investasi Kesehatandi Banggai Kepulauan

Pemandangan yang lain namun sudah lazim di salah satu kecamatan di Kabupaten Banggai Kepulauan (BANGKEP), dimana sepanjang mata memandang terlihat hamparan cengkih yang dijemur didepan rumah penduduk. Tahun 2007 ini merupakan panen raya cengkih di BANGKEP. Pendapatan perkapita penduduk dipastikan meningkat drastis, belum dihitung memang,akan tetapi secara kasat mata kita bisa melihat anak-anak umur 5 tahunan memegang uang kertas nominal lima puluh ribuan, penjualan voucher pulsa handphone meningkat, dan kapal penumpang yang menuju ke Luwuk selalu penuh sesak, apalagi saat kembali penuh dengan barang kebutuhan rumah tangga. Situasi ini sampai membuat beberapa anak muda menuliskan sebua frase di dinding gudang penampungan cengkih di Kecamatan dengan “Selamat Tinggal Kemiskinan”. Luar biasa kegiatan perekonomian masyarakat BANGKEP di bulan ini.
Fenomena luar biasa ini ternyata tidak berbanding lurus dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan. Saat ini masyarakat memproklamirkan diri sebagai masyarakat mampu, akan tetapi ketika membutuhkan pelayanan kesehatan maka masyarakat akan merubah status mereka dengan memanfaatkan fasilitas Askeskin (Miskin). Masyarakat tidak akan pernah terdidik untuk berperilaku untuk hidup sehat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga pasca panen. Toh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan obat gampang dan gratis lagi.
Untuk itu perlu ditata portofolio investasi kesehatan masyarakat BANGKEP kedepan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat mandiri tanpa terpengaruh fluktuasi keadaan ekonomi keluarga. Tidak mudah memang untuk meramu ini karena akan menyentuh berbagai sektor akan tetapi ada tawaran konsep yang mudah dilaukukan sebagai investasi kesehatan masyarakat di BANGKEP.
Yang Perlu Dilakukan Masyarakat
Untuk memperkuat masyarakat yang tumbuh sehat mandiri, perlu membuat komitmen bersama untuk membangun sistem kesehataan berbasis masyarakat. Potensi di desa dimaksimalkan
Anggota masyarakat yang punya kemampuan dan kemauan untuk mewujudkan masyarakat sehat membentuk suatu wadah yang menitik beratkan di peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Contoh yang bisa diadopsi yaitu forum kesehatan desa (FKD). Arisan, kelompok pengajian, kelompok pemuda, dapat menjadi entry point pengembangan usaha ini, dimana masyarakat menghimpun tenaga dan dana rutin yang diperuntukan bagi penyediaan pelayanan kesehatan seperti jamban keluarga, santunan bagi masyarakat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit atau ketika mau bersalin. Di Satu desa di Kabupaten Donggala diupayakan arisan jamban dimana setiap panen raya padi dibuat beberapa jamban keluarga, dengan target pada tahun 2008 seluruh rumah sudah mempunyai Jamban.
Tidak tercovernya seluruh lapisan masyarakat dengan program jaminan kesehatan seperti Askes dan Askeskin membuat sistem FKD dengan arisan/iuran menjadi alternatif yang menjanjikan. Forum bisa bekerja sama dengan Puskesmas dengan memberi rekomendasi bagi masyarakat di terdaftar di Forum untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan yang lain dengan jaminan dari dana FKD.
Wilayah BANGKEP yang terdiri dari gugusan pulau dengan potensi bencana yang cukup tinggi karena berada di dekat dengan jalur pertemuan lempeng bumi, memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi dari masyarakat. Masyarakat BANGKEP harus dipersiapkan untuk tanggap darurat bencana. Entah dari segi kesiapan masyarakatnya meminimalisasi korban juga dengan kesiapan dana. Dalam waktu sesaat setelah terjadi bencana tentunya warga belum bisa terlalu berharap pada bantuan pemerintah akan tetapi diupayakan dulu potensi yang tersedia.
Yang Harus Dilakukan Puskesmas
Seluruh Puskesmas di Wilayah BANGKEP sudah dilayani oleh tenaga dokter, hal ini merupakan terobosan yang sulit diikuti oleh kabupaten lain di Sulawesi Tengah kecuali kota Palu. Kenyataan ini kurang membuat masyarakat tertarik untuk memanfaatkan fasilitas ini. Tingkat pemanfaatan Puskesmas hanya rata-rata 45 % dari jumlah kasus yang timbul. Selebihnya meminta pelayanan di rumah, apalagi untuk kasus rawatan dan persalinan. Sistem pelayanan seperti ini akhirnya tidak efektif karena keterjangkauan tenaga kesehatan yang terbatas. Sifat menunggu dan kebiasaan yang telah dibudayakan oleh tenaga kesehatan terdahulu masih kental sampai saat ini. Masyarakat lebih memanfaatkan jasa dukun bersalin yang rela menunggu tiga hari tiga malam sampai melahirkan dibanding bidan yang tidak bisa menetap/menjaga, tanpa mempertimbangkan resiko yang akan timbul di era akselerasi penyakit infeksi.
Masyarakat Banggai Kepulauan yang tersebar mulai yang berdomisili di pesisir pantai sampai ke perbukitan mempunyai variasi jenis masalah kesehatan artinya jenis penyakit yang timbul bisa berbeda-beda. Akan tetapi akar permasalahannya sama bahwa masyarakat ini 80 % belum tahu bagaimana mencegah penyakit ini.
Investasi pengetahuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik, perlu ditanamkan ke pikiran masyarakat kepulauan bahwa jika ingin mendapatkan pelayanan yang berkualitas maka harus mengikuti aturan yang benar seperti jika harus bersalin dilayani oleh tenaga kesehatan dan diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan supaya mendapatan pelayanan komprehensif.
Puskesmas harus melakukan kerjasama lintas sektor untuk memaksimalkan pelayanan dan mewujudkan masyarakat yang sehat mandiri, dan tidak tergantung pada program bantuan pemerintah yang percaya atau tidak, suatu waktu subsidi ini akan berkurang dan terarah hanya kepada yang benar-benar miskin.
Disamping itu dengan dana yang turun ke Puskesmas, sudah saatnya Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada promosi kesehatan tanpa meninggalkan penanganan penyakit. Suatu saat Puskesmas diharapkan hanya akan membagikan Susu dan suplemen makanan untuk mempertahankan derajat kesehatan yang telah tercipta.
Yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan, harus membuat program peningkatan pelayanan kesehatan yang berwawasan kepulauan. Keterjangkauan pelayanan kesehatan di gugusan pulau berpenghuni harus diprioritaskan. Komitmen 20% dari total APBD di Kabupaten tetangga (Banggai), harusnya menjadi acuan bagi BANGKEP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakatnya. Karena dengan investasi 20 % di bidang kesehatan tadi sangat berpengaruh dalam pengelolaan dana yang 80 %. Masyarakat yang sakit baik fisik maupun mental berpikir akan menggiring pada penyalahgunaan dana yang disediakan pemerintah
Konsep Masyarakat sehat Mandiri yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat harus diejawantahkan dalam program pemerintah daerah yang menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan masyarakat. Konsep Kabupaten Jembrana (BALI), dalam menerapkan Kartu Kesehatan Jembrana (KKJ) patut dicermati dimana seluruh masyarakat yang tercatat sebagai penduduk Jembrana mendapatkan KKJ jadi tidak satupun penduduknya yang tidak dijamin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dengan Konsep diatas maka pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah di Adean Banggai bisa dimaksimalkan, yang ujung-ujungnya akan memengaruhi PAD Bangkep serta peningkatan INKESRA.
Semua ini perlu kerjasama semua pihak terkait untuk berinvestasi di bidang Kesehatan. Masyarakat sehat Mandiri, Pemerintah Sehat dan Berwibawa, Indonesia-pun siap menjadi negara sehat di tahun 2010, semoga.

MENCEGAH KEJADIAN LUAR BIASA DENGAN KONSEP DESA SIAGA

Peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan secara jelas adanya ketidakseimbangan antara Host (manusia), Agent (Penyebab) dan Environtment (Lingkungan), menurut teori Jhon Gordon, yang dikenal dengan triangle epidemiologi.
Bila kita menyusun dari awal rantai ini maka semua berawal dari perilaku manusia (behaviour), yang kurang sadar dengan penataan lingkungan yang memenuhi standar sehat, seperti penataan pemukiman yang amburadul sehingga menyebabkan kepadatan penduduk disuatu daerah sulit terhindarkan. Rumah penduduk yang saling berhimpitan akan berakibat ada sudut-sudut dari lokasi pemukiman tidak pernah terjamah oleh manusia sehingga disitulah resapan air tidak sempurna bahkan tergenang dan disitulah siklus dari vektor pembawa virus Dengue yaitu Nyamuk Aedes Aegepty (Aedes sp) akan melakukan proses perkembangbiakan secara sempurna tanpa terganggu. Setelah proses perkembangbiakan selesai, lagi-lagi oleh karena perilaku manusia yang sering menumpuk barang disuatu tempat seperti menggantung pakaian di belakang pintu atau lemari, masih banyak yang belum tahu bahwa disitulah tempat nyamuk dewasa penyebab penyakit ini sangat senang bersembunyi. Virus yang diinfeksikan oleh vektor (nyamuk Aedes Aegepty) akan bersaing dengan sel tubuh manusia terutama dalam kebutuhan akan protein. virus akan bermultiplikasi apabila mendapat protein yang cukup, apalagi pada orang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh. Virus yang telah terinfeksi akan menghasilkan zat racun (anafilatoksin), yang akan menyebabkan permeabilitas kapiler akan meningkat dan terjadi perembesan plasma (Plasma leakage) dari dalam pembuluh darah keluar pembuluh darah, agregasi trombosit menurun (Trombositopenia), dan jika berlanjut akan mengaktivasi faktor pembekuan darah.
Perubahan secara klinis pada orang yang telah mengalami proses tersebut diatas akan sulit untuk membedakan telah terjadi infeksi ringan maupun berat. Demam tinggi mendadak 2-7 hari merupakan tanda awas bagi orang/orang tua anak, adanya manifestasi perdarahan seperti bintik merah di lengan akan tetapi akan sulit bagi orang yang berkulit gelap. Anak dengan demam tinggi dan kemudian suhunya turun dengan cepat dan suka tidur lebih lama, harus diwaspadai jangan sampai jatuh pada fase syok yang akan menyebabkan kematian kalau tidak ditangani dengan tepat dan cepat.
Mencegah perluasan dengan konsep Desa Siaga
Tahun 1999 menjadi tahun pencanangan Indonesia Sehat 2010. Semangat itu yang mendasari insan negeri ini untuk berpacu dengan waktu mewujudkan visi mulia tersebut. dimana pada tahun 2010, lingkungan, layanan kesehatan, dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat sudah terbangun rapi dan masyarakat dituntut untuk mereformasi paradigma hidup sehat dari mengobati ke mencegah.
Layanan kesehatan diperkuat demi tercapainya visi tadi. Pusat layanan kesehatan tingkat pertama dalam hal ini Puskesmas dan jajaran layanannya tidak pasif lagi atau menunggu masyarakat sakit, berobat ke Puskesmas. Tingkat kunjungan yang tinggi bukan ukuran peningkatan pelayanan kesehatan akan tetapi justru sebaliknya . semakin rendah angka kunjungan menandakan level hidup sehat semakin tinggi. Masyarakat diupayakan supaya tidak sakit. Yang sakit diupayakan supaya tidak menderita penyakit berulang.
Kebijakan desa siaga lewat SK Menkes 564/2006 telah menetapkan bahwa “seluruh desa di Indonesia menjadi Desa Siaga akhir tahun 2008.”, mempunyai visi “dengan Desa Siaga mempersiapkan masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” hal ini tentunya bisa tercapai melalui strategi : 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas;3. Meningkatkan sistem surveilans dan tanggap darurat bencana; 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Dengan dibentuknya Forum Kesehatan Desa / Kelurahan, dengan personil yang punya kemauan dan kemampuan serta tanggap terhadap permasalahan kesehatan di desa atau Kehurahannya, maka perluasan penyebaran penyakit yang bisa menyebabkan peningkatan kasus misalnya DBD bisa dicegah atau diminimalisir.
Forum ini membuat langkah langkah seperti melakukan Survei Mawas Diri (SMD) dengan menemukan dan mencatat apa saja yang menjadi masalah di Desa atau Kelurahan saat ini. Misalnya adanya peningkatan kasus DBD, maka anggota forum akan mencatat faktor faktor yang akan memengaruhi perluasan penyakit ini seperti berapa jumlah rumah di tingkat RT/RW ,berapa Jumlah Penduduknya sehingga bisa didapatkan tingkat kepadatannya. Kemudian bisa didapat kondisi pemukiman apakah memenuhi syarat atau tidak. Dengan data dasar ini kemudian Forum melakukan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Hasil musyawarah dapat merupakan rekomendasi kepada sektor terkait seperti pihak pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan dan Puskesmas sebagai penanggung jawab kesehatan wilayah, untuk melakukan tindakan yang dianggap penting untuk penanganan perluasan penyakit secara cepat.
Dengan adanya SMD dan MMD ini masyarakat akan terbiasa melakukan pertemuan menyangkut masalah kesehatan sehingga pada saat MMD bisa dilakukan penyuluhan tentang bagaimana mencegah dan mengatasi permasalahan. Minimal untuk kasus DBD diberitahu tentang Pencegahan dengan metode 3M-plus. Dari hasil survey cepat yang dilakukan penulis di sample desa di wilayah kerja penulis salah satu hasil yang didapatkan adalah Masyarakat sangat tahu (99%) 3M adalah cara untuk mencegah DBD akan tetapi hanya 20 % yang tahu apa kepanjangan 3M dan tidak ada satupun yang tahu tentang 3M plus. Jadi Penyuluhan ataupun diseminasi informasi tentang pencegahan DBD oleh para praktisi kesehatan atau tokoh masyarakat harus peduli terminologi, dan jangan terlalu berharap bahwa masyarakat sudah benar-benar tahu. Jelaskanlah secara terperinci sampai informasi ini bisa diimplementasikan di dalam kehidupan masyarakat.
Tahun 2007, seharusnya kita memasuki tahap memulai “finishing” bagi visi Indonesia Sehat 2010 akan tetapi bukannya masuk ke tahap akhir ini melainkan kita malah mengalami degradasi dalam pencapaian hidup sehat, dimaklumi dengan adanya serentetan kejadian bencana alam yang menerpa bangsa ini akan tetapi itu bukan merupakan alasan untuk nantinya akan dibuat re-visioning; Indonesia…………………(apalagI ?) tahun 2020.
Jalan pintas pembangunan kesehatan yang bisa ditempuh adalah sangat simple yaitu “back to primary health care” yang merupakan dasar untuk hidup sehat. Artinya kita memperkuat Pengetahuan masyarakat tentang penyakit yang bisa muncul dengan bagaimana mencegahnya. Dengan cara sederhana ini maka titik berat pembangunan kesehatan bukan lagi pada pemanfaatan obat akan tetapi pada bagaimana supaya masyarakat tidak lagi mengkonsumsi obat dalam hal ini bisa hidup sehat secara jasmani dan rohani.
Pendidikan kesehatan sejak dini harus digalakkan seperti peningkatan kegiatan UKS dengan memperbanyak atau mempersering pelatihan UKS maupun dokter kecil. Bayangkan bila ada 4 anak SD kelas 4 di menjadi dokter kecil, berarti 3 tahun kemudian sudah mempunyai 12 dokter kecil yang mampu mencegah penyakit dasar pada masyarakat, minimal bagi diri dan keluarganya sendiri.
Konsep Desa Siaga jangan hanya jadi sekedar slogan, akan tetapi tidak ada tindak nyatanya. Inilah konsep yang mengedepankan interaksi masyarakat yang peduli kesehatan secara penuh, bukan melulu menaruh beban kesehatan masyarakat ke pundak tenaga kesehatan secara absolut.
Apakah anda sudah menjadi bagian dari Desa Siaga ?